Saling Sindir PDIP-Demokrat Terkait Kinerja Presiden, Lumrah atau Kontraproduktif?

Mengenakan baju koko putih, selendang di bahu serta peci hitam, Hasto Kristiyanto bergaya layaknya orang Betawi. Pria asal Yogyakarta ini menghadiri Khitanan Massal dengan Budaya Betawi di Kantor DPP PDIP Jakarta Pusat, Sabtu 23 Oktober 2021 lalu.

Di sela acara, Sekjen PDIP itu mengungkapkan kebanggaannya terhadap kinerja Presiden Jokowi dalam memimpin Indonesia. Dia bahkan menyindir Demokrat dengan membandingkan pembangunan infrastruktur hanya ada pada era Jokowi, bukan pada presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY.

Demokrat yang tersindir, kemudian membalasnya. Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat, Syarief Hasan menilai, tak etis membandingkan hasil karya antarpresiden. Karena setiap Presiden memiliki gaya kepemimpinan tersendiri.

Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes berpendapat, langkah PDIP membandingkan kinerja Jokowi dengan SBY merupakan sebagai hal yang positif. Dengan memantau kelebihan dan kekurangan masing-masing, akan membuat demokrasi di Indonesia semakin sehat.

"Justru menurut saya baik-baik saja. Karena kontestasinya soal kebijakan ya, misalnya Demokrat mengkritisi kebijakan di masa PDIP, begitu juga PDIP memberikan penilaian terhadap kebijakan ketika Demokrat berkuasa. Jadi itu sesuatu yang baik, justru memang partai-partai ini harus berkontestasi," kata dia kepada Liputan6.com

Arya membeberkan, PDIP dan Demokrat memiliki hubungan yang kurang harmonis. Karena 10 tahun Demokrat berkuasa, PDIP menjadi partai oposisi. Begitu pun saat ini. Masa PDIP yang akan masuk 10 tahun jadi penguasa, AHY dan jajarannya berada di luar pemerintahan.

"Jadi sindir menyindir itu saya kira suatu yang lumrah pada situasi di mana dua partai ini pernah berkompetisi. Karena mereka pernah punya sejarah kompetisi secara ketat," ujarnya.

Arya mengungkapkan, bagi Demokrat tentu sebagai partai harus mencari sesuatu yang baik untuk bisa survive pada Pemilu 2024. Salah satunya dengan memberikan asesmen atau penilaian terhadap kebijakan partai penguasa.

"Sebagai partai oposisi kan memang harus memberikan kritik, penilaian, dan sebagai partai penguasa harus memberikan klarifikasi terhadap kritik itu, atau menjelaskan capaian-capaian selama berkuasa. Itu justru baik bagi demokrasi, ada tukar menukar gagasan, ada pertarungan gagasan," terang dia.

Perseteruan antara PDIP dengan Demokrat, kata Arya, diprediksi akan terus terjadi pada Pilpres 2024. Di tingkat nasional, dia menegaskan, akan sulit kedua partai ini berjalan seirama dalam mengusung pasangan calon.

"Tapi di tingkat lokal, di beberapa daerah, mereka memang ada koalisi di Pilkada," kata dia.

Sementara itu Pengamat Politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno menilai dalam politik, saling sindir hal yang lumrah. Terlebih yang diungkap terkait dengan hasil karya masing-masing presiden.

"Malah bagus saling adu pamer soal siapa yang kerjanya paling bagus. Bagus buat pembelajaran demokrasi secara umum biar terbiasa dengan partai dan elite yang saling serang," kata Adi kepada Liputan6.com

Ia menilai PDIP dengan Demokrat bagaikan air dan minyak. Kedua elemen tersebut sampai kapan pun tak akan bisa bersatu dan menyatu.

"Sulit disatukan bahkan sampai lebaran kuda sekali pun. Sulit karena konfliknya mendarah daging. Semakin panas tiap hari. 2024 pasti seperti itu. PDIP bisa berkoalisi dengan siapa pun, tapi haram hukumnya berkoalisi dengan demokrat," Adi menegaskan.

Artikel ini pertama kali diposting oleh Liputan6 pada tanggal 26 Oktober 2021 dan bisa ditemukan di: https://www.liputan6.com/news/read/4693021/headline-saling-sindir-pdip-demokrat-terkait-kinerja-presiden-lumrah-atau-kontraproduktif

Share
Ingin mendapatkan informasi aktifitas The Habibie Center?