The Habibie Center (THC) tengah mendorong pelibatan aktif perempuan sebagai agen perdamaian untuk menguatkan kerukunan masyarakat dan menanggulangi ekstremisme kekerasan. Di tengah banyaknya tantangan terkait potensi konflik dan ekstremisme kekerasan di beberapa daerah di Indonesia saat ini, upaya penanggulangan fenomena-fenomena tersebut harus menempatkan peran aktif perempuan dalam fokus. Karenanya, THC membuat Program Perempuan Penggerak Perdamaian (PERAN).

Program PERAN merupakan kelanjutan pekerjaan pembangunan perdamaian yang menjadi salah satu fokus THC. Nurina Vidya Hutagalung, Manajer Program PERAN menjelaskan, "Dalam upaya pembangunan perdamaian di Indonesia selama lebih dari satu dekade, THC menemukan bahwa peran aktif perempuan sangat mendukung upaya pembangunan perdamaian. Di beberapa wilayah pasca konflik di Indonesia, perempuan terbukti menjadi agen perdamaian yang mampu mendorong, mewujudkan, dan menjaga perdamaian di wilayah-wilayah tersebut. Oleh karena itu, kami ingin perempuan di wilayah lain di Indonesia dapat berperan juga."

Pada Rabu-Jumat, 21-23 November 2018, Program PERAN tengah melaksanakan Pelatihan Dialog dan Mediasi di Kota Mataram bekerjasama dengan Nusa Tenggara Center (NC 1999), sebuah lembaga yang telah aktif merawat perdamaian di Nusa Tenggara Barat (NTB) selama hampir dua dekade. Pelatihan ini bertujuan menguatkan peran perempuan sebagai agen perdamaian dan meningkatkan kapasitas perempuan dalam fasilitasi dialog dan mediasi untuk mendorong kerukunan masyarakat dan mencegah ekstremisme kekerasan. Selain dalam konteks ekstremisme kekerasan, pelatihan ini juga diharapkan dapat membantu kebangkitan Lombok pasca bencana gempa bumi pada bulan Juli 2018. Penguatan peran perempuan sebagai agen perdamaian diharapkan dapat membantu menyikapi kemungkinan perselisihan yang muncul pasca gempa, seperti dalam kasus perselisihan batas tanah dan wilayah.

Terkait pelatihan ini Dr. Kadri, M.Si, Peneliti Utama dan Dewan Pendiri NC 1999 menyatakan "Memilih NTB sebagai salah satu tempat program PERAN sangatlah tepat karena provinsi ini memiliki banyak sumber daya yang berpengalaman dan berkapasitas serta mampu menjadi agen perdamaian dan mitra untuk mencegah timbulnya aksi ekstrimisme di masyarakat. Semakin banyak agen perdamaian dan sesering mungkin agenda pendampingan perdamaian dilakukan, maka aksi kekerasan apapun di NTB dapat diminimalisir."

Peserta pelatihan terdiri dari 20 orang dimana 65% atau 13 orang perempuan dan 35% atau 7 orang laki-laki. Peserta pelatihan ini mewakili berbagai unsur masyarakat, seperti perwakilan agama, pemimpin komunitas, pemerintah daerah, akademisi, organisasi perempuan, media, hingga masyarakat sipil.

Pelatihan serupa juga telah dilaksanakan di provinsi lain, yaitu Provinsi Maluku, khususnya di kota Ambon dan bekerjasama dengan Institut Tifa Damai Maluku (ITDM), sebuah lembaga yang telah berperan penting dalam berbagai upaya pembangunan perdamaian di Maluku. Kota Ambon menjadi wilayah spesial bagi program PERAN karena kota ini telah menunjukkan bahwa perempuan dapat mendorong perdamaian di tengah konflik yang sempat terjadi pada 1999-2002 dan merawat perdamaian pasca-konflik. Pelatihan di Ambon diselenggarakan pada Senin-Rabu, 5-7 November 018 dengan jumlah dan komposisi peserta yang serupa dengan pelatihan yang dilakukan di Lombok.

Pasca training di Lombok maupun Ambon, para peserta akan melakukan kegiatan lanjutan berupa dialog di tingkat masyarakat dan pembuat kebijakan. Dialog akan menggali dan membahas lebih lanjut mengenai potensi-potensi perselisihan di lingkungan mereka yang selanjutnya akan dilibatkan peran pembuat kebijakan dan tokoh kunci untuk membantu penanganannya.

Share
Ingin mendapatkan informasi aktifitas The Habibie Center?