Peneliti Bidang Kajian ASEAN, A. Marina Ika Sari dikutip dalam sebuah artikel Harian Kompas berjudul 'Membawa Multilateralisme ASEAN ke dalam Penanganan Konflik Rusia-Ukraina' Untuk artikel selengkapnya, silakan lihat di bawah:

Membawa Multilateralisme ASEAN ke dalam Penanganan Konflik Rusia-Ukraina

Sepuluh hari perang terbuka antara Rusia dan Ukraina belum menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Pertemuan perwakilan kedua negara di Belarus juga tidak menunjukkan titik terang. Berbagai lembaga global berusaha menawarkan diri memediasi perang yang membawa krisis kemanusiaan di tengah pandemi Covid-19.

Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) yang tidak mau menurunkan pasukan mereka ke Ukraina mengutarakan keinginan untuk berdialog dengan Rusia. Sebab, alasan terjadinya pertempuran itu karena Presiden Rusia Vladimir Putin tidak menyukai kehadiran NATO di dekat perbatasan negaranya.

Tarik ulur antara Putin dengan lawannya, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, terus terjadi. Putin mengungkapkan kepada Presiden Perancis Emmanuel Macron agar Ukraina dijadikan negara netral yang tidak bergabung dengan pakta pertahanan mana pun. Belum ada tanggapan dari Putin mengenai kemauan berdialog dengan NATO. Kemungkinan ia menganggap ajakan NATO ini sudah terlambat setelah Putin berulang kali mengajukan keberatan sejak tahun 2008.

Oleh sebab itu, diperlukan mediator yang bisa dipercaya baik oleh Rusia, Ukraina, NATO, maupun Amerika Serikat sekali pun. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tidak menjadi kandidat yang ideal karena Rusia dan AS merupakan anggota tetap Dewan Keamanan PBB dan memegang hak veto. Bahkan, Rusia memveto resolusi PBB yang menolak serbuan ke Ukraina pada akhir Februari lalu.

Salah satu kandidat yang didorong untuk mengajukan diri adalah Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN). Dorongan banyak datang dari dalam negara-negara anggota perhimpunan ini. ASEAN merupakan kerja sama kawasan yang berbasis multiliteralisme. Berbeda dengan Uni Eropa yang tujuan terbentuknya ialah untuk menekan kekuasaan berlebihan suatu bangsa, ASEAN didirikan dengan semangat merayakan kemerdekaan dan ciri khas tiap-tiap anggotanya.

"Jalan pemikiran ASEAN berbeda jauh dengan kerja sama kawasan di Barat. Egosektoral dan egosentrisme bukan bagian dari kebudayaan ASEAN. Misalnya, Indonesia sebagai salah satu pendiri ASEAN sekaligus negara terbesar di kawasan tidak pernah menyetir ASEAN sesuai dengan kepentingan pribadi. Justru, bangsa-bangsa besar di ASEAN jauh lebih sabar dan mau mendengar masukan dari bangsa-bangsa lain," kata Direktur Institut Perdamaian Asia Universitas Nasional Singapura Kishore Mahbubani dalam seminar daring pekan ini.

Mahbubani mungkin salah satu orang yang paling optimistis dengan kemampuan ASEAN sebagai mediator konflik. Alasannya karena segala sesuatu di ASEAN diputuskan melalui konsensus. Hal ini tidak hanya demokratis, tetapi juga memastikan bahwa suara semua pihak didengar dan dipertimbangkan. Apalagi, di Eropa tidak ada pihak yang mampu menjadi mediator tanpa dicurigai bias Barat oleh Rusia maupun Ukraina.

"Sejatinya, ASEAN sudah memiliki wadah untuk menjadi mediator bagi krisis Rusia-Ukraina ini," kata peneliti isu ASEAN untuk The Habibie Centre Marina Ika Sari di Jakarta, Sabtu.

Secara individual, memang ada perbedaan sikap di antara anggota ASEAN. Singapura mengecam dan menjatuhkan sanksi ekonomi atas Rusia. Indonesia, Malaysia, dan Filipina menyatakan tidak memihak, tetapi menyayangkan terjadinya konflik serta meminta gencatan senjata dan penghentian kekerasan. Adapun Myanmar melalui junta militer jelas mendukung Rusia. Akan tetapi, secara kelembagaan, ASEAN satu suara meminta penghentian peperangan.

Marina menjelaskan, ASEAN memiliki forum pertemuan para menteri pertahanan negara-negara anggotanya dengan delapan negara mitra wicara, yaitu AS, Rusia, China, Jepang, Korea Selatan, India, Selandia Baru, dan Australia. Selain diplomasi pertahanan ini, juga ada pilihan forum ASEAN-Rusia maupun pertemuan antara menteri luar negeri ASEAN dengan Rusia.

"Kendala yang muncul barangkali soal pelibatan Ukraina ke dalam forum ASEAN plus mitra wicara ini karena Ukraina bukan anggota Uni Eropa. Akan tetapi, Indonesia bersahabat dengan Rusia sekaligus Ukraina sehingga semestinya bisa diusahakan agar suara Ukraina juga didengar dalam pembahasan penghentian konflik," tutur Marina.

Budaya musyawarah dan mufakat mungkin tidak biasa dalam pendekatan penyelesaian konflik ala Eropa. Selain itu, tidak mustahil pula akan ada kritik mengenai diskusi pengambilan konsensus yang berlangsung alot. Meskipun demikian, pada saat yang bersamaan, ini pendekatan segar terkait konflik Rusia-Ukraina dengan kelebihan bahwa semua suara didengar, terlepas besar negara ataupun kekuatan pengaruh politiknya di kawasan.

Di samping itu, akan ada pandangan pesimistis terhadap kinerja ASEAN mengingat lambannya proses yang terjadi di Myanmar dalam menjalankan Lima Poin Konsensus yang disepakati para pemimpin ASEAN pada 2021. Salah satu kritik yang kerap dihadapi ASEAN ialah kinerjanya tergantung ketua bergilir. Saat ini, keketuaan dipegang oleh Kamboja yang menghadapi kritik kurang tegas terhadap junta Myanmar.

Menanggapi permasalahan ini, Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Islam Internasional Indonesia Philips J Vermonte menyatakan pentingnya Indonesia merangkul Kamboja guna meningkatkan kinerja. Ini termasuk inisiatif untuk membangun perdamaian global dalam konteks Rusia-Ukraina.

"Jika masalah-masalah penting seperti Myanmar tidak bisa diselesaikan tahun ini, akan melimpah pada keketuaan Indonesia di tahun 2023 sehingga ASEAN tidak bisa banyak melakukan kemajuan akibat tersandera masalah di tahun sebelumnya," katanya.

Artikel ini pertama kali diposting oleh Harian KOMPAS pada tanggal 6 Maret 2022 dan bisa ditemukan di: https://www.kompas.id/baca/internasional/2022/03/05/membawa-multilateralisme-asean-ke-dalam-penanganan-konflik-rusia-ukraina?track_source=baca&track_medium=login-paywall&track_content=https%3A%2F%2Fwww.kompas.id%2Fbaca%2Finternasional%2F2022%2F03%2F05%2Fmembawa-multilateralisme-asean-ke-dalam-penanganan-konflik-rusia-ukraina&status=sukses_login&status_login=login

Share
Ingin mendapatkan informasi aktifitas The Habibie Center?