Peneliti Bidang Kajian ASEAN, Luthfy Ramiz dikutip dalam sebuah artikel Harian Kompas berjudul "Kunjungan Presiden untuk Perkuatan Ekonomi Kawasan" Untuk artikel selengkapnya, silakan lihat di bawah:

Kunjungan Presiden untuk Perkuatan Ekonomi Kawasan

JAKARTA, KOMPAS - Lawatan Presiden Joko Widodo ke tiga negara, yaitu China, Jepang dan diakhiri di Korea Selatan, tidak semata dibaca sebagai penguatan hubungan bilateral antara Indonesia dan ketiganya. Akan tetapi, secara lebih luas, lawatan ini bisa dibaca sebagai upaya Indonesia yang akan memimpin ASEAN selama satu tahun mendatang untuk mendorong kerja sama dan pertumbuhan ekonomi di kawasan di tengah upaya pemulihan ekononomi dunia yang terengah-engah.

Hal demikian disampaikan pengamat ASEAN The Habibie Center Luthfy Ramiz dan pengamat hubungan internasional pada Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Nanto Sriyanto saat dihubungi terpisah, Kamis (28/7/2022).

Nanto mengatakan, tiga negara yang dikunjungi oleh Presiden Jokowi adalah negara mitra dialog dan mitra ekonomi utama kawasan yang lebih dikenal dengan sebutan ASEAN-Plus Three (APT). Ketiga negara menjadi pendukung utama perbaikan ekonomi negara-negara ASEAN pascakrisis finansial.

Lebih lanjut Nanto mengatakan, kunjungan Presiden Jokowi ke tiga negara memperlihatkan kebutuhan pembangunan perekonomian di kawasan, termasuk di dalamnya adalah Indonesia. Diplomasi ekonomi itu sangat penting dibandingkan dengan isu lain, seperti militerisasi kawasan yang dalam beberapa tahun terakhir menjadi isu yang sering dibawa oleh Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya.

Jepang, menurut Nanto, memiliki konsep Indo-Pasifik yang lebih dekat dengan Indonesia, yaitu mengutamakan persoalan ekonomi, kesejahteraan dan stabilitas. Isu infrastruktur menjadi sangat penting dalam konsep Indo-Pasifik Jepang. "Tak semata soal keamanan," kata Nanto.

Dalam pandangannya, kunjungan Presiden Jokowi ke tiga negara mitra dialog utama ASEAN ini seperti memutar mesin waktu, terutama ketika APT terbentuk dan menelurkan konsep Chiang Mai Initiative, yang berujung pada kesepakatan pembuatan dana cadangan untuk mengatasi situasi jika terjadi krisis devisa, seperti pada tahun 1997.

Indonesia yang kini memegang posisi sebagai Presidensi G20 dan sebentar lagi akan menjalani tugas sebagai Ketua ASEAN, menurut Nanto, memiliki agenda besar untuk menjaga akselerasi pemulihan ekonomi, tidak hanya di level regional ASEAN akan tetapi global. Peran tiga negara mitra wicara yaitu China, Korea Selatan dan Jepang yang akan memegang keketuaan G7, menurutnya, tidak terlepas dari agenda besar Indonesia pada dua entitas tersebut.

"Itu terkait dengan agenda besar Indoneia, recover together recover stronger," kata Nanto.

Sementara Luthfy mengatakan, selain masalah ekonomi, hal yang ingin dikelola oleh Indonesia adalah rivalitas negara-negara adidaya di kawasan. "Lawatan presiden adalah langkah untuk menyamakan persepsi, termasuk soal rivalitas negara-negara besar, persoalan Laut China Selatan yang belum selesai dengan beberapa negara dan sebagainya," kata Luthfy.

Indonesia sebagai penjabat Ketua ASEAN nantinya, menurut Luthfy, mempunyai tantangan untuk mendorong komitmen negara-negara anggota untuk menyelesaikan segara persoalan di kawasan menggunakan kerangka ASEAN. Utamanya adalah ketika berhadapan dengan negara besar, seperti China. "Sejauh ini komitmen negara-negara anggota ASEAN untuk menyelesaikan permasalahan hanya didasarkan pada kepentingannya sendiri tanpa melihat kerangka yang lebih luas, yaitu ASEAN," ujarnya.

Kunjungan ke Korsel

Lawatan Presiden Jokowi di Korea Selatan, Kamis (28/7/2022) ini, membuka peluang peningkatan kedekatan Indonesia-Korea Selatan. Dalam beberapa tahun terakhir, hubungan kedua negara semakin erat pada sektor ekonomi, pertahanan, dan budaya.

Presiden dan rombongan tiba di Seoul pada Rabu (27/7/2022) malam. Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol akan menjamu Presiden Joko Widodo. Selepas dijamu Yoon, Jokowi akan bertemu dengan perwakilan sejumlah pebisnis Korsel.

Kunjungan ke Korsel ini merupakan bagian dari lawatan Asia Timur yang agendanya termasuk bertandang ke China dan Jepang. Dalam rangkaian kunjungan di dua negara sebelumnya, misi ekonomi menjadi agenda utama Presiden.

Di Korsel pun, misi ekonomi tetap menjadi agenda utama. Hal itu tidak lepas dari catatan hubungan kedua negara selama beberapa tahun terakhir.

Sejak 2016, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), Korsel telah menanamkan 19,6 miliar dollar AS untuk berbagai proyek di Indonesia. Para pemodal Korsel juga menanamkan 9,2 miliar dollar AS investasi di berbagai bidang. Tidak hanya besar, investasi Korsel di Indonesia juga berorientasi ekspor dan masa depan. Pebisnis Korsel menanamkan modal pada industri kendaraan listrik, petrokomia, dan farmasi di Indonesia. Sektor-sektor itu berpeluang menambah devisa Indonesia dari ekspor ke sejumlah negara.

Selama ini, Indonesia mempunyai banyak bahan baku untuk rantai produksi kendaraan listrik dan petrokimia. Peluang pengembangan pada dua industri itu masih sangat besar.

Pemodal Korsel juga melirik sejumlah kawasan industri untuk mengembangkan berbagai produk lain di Indonesia. Jawa Barat dan Jawa Tengah menjadi sasaran utama penanaman modal Korsel. Konglemerasi Korsel, Cheil Jedang, menanamkan modal di sektor konsumsi mulai dari minuman energi, roti, hingga mendanai pembuatan film.

Perjanjian ekonomi

Korsel kini, antara lain, menanti ratifikasi Kesepakatan Kemitraan Ekonomi Komprehensif (CEPA) Indonesia-Korsel. Disahkan pada Desember 2020, Majelis Nasional Korsel meratifikasi kesepakatan itu pada Juni 2022. Sementara DPR baru mulai membahas rancangan undang-undang ratifikasi kesepakatan itu pada awal Juli 2022.

Dalam pernyataan di DPR pada awal Juli 2022, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan berharap anggota DPR segera mengesahkan RUU untuk ratifikasi CEPA Indonesia-Korsel. "Saya yakin ada banyak kebaikan dihasilkan. Kesepakatan ini sudah dirundingkan secara teliti selama bertahun-tahun," katanya.

Sebelumnya, pada April 2022, Seoul juga berharap Indonesia segera meratifikasi CEPA kedua negara. Seoul optimistis pengesahan itu akan mempercepat upaya kedua negara memulihkan diri dari dampak pandemi.

Selain ekonomi, hubungan Indonesia-Korsel juga terjalin erat lewat proyek pertahanan. Jakarta-Seoul tengah mengembangkan jet tempur KF-21 Boramae. Dalam penerbangan perdana KF-21 Boramae pada 19 Juli 2022, di badan pesawat ada bendera Merah Putih.

Pemasangan bendera Merah Putih itu tanda pengakuan Korsel atas keterlibatan Indonesia dalam pengembangan jet tempur tersebut. Selain 170 unit yang akan dipakai Indonesia-Korsel, KF-21 Boromae ditargetkan terjual hingga 700 unit secara global.

Artikel ini pertama kali diposting oleh Harian KOMPAS pada tanggal 29 Juli 2022 dan bisa ditemukan di: https://www.kompas.id/baca/internasional/2022/07/28/kunjungan-presiden-untuk-perkuatan-ekonomi-kawasan

Share
Ingin mendapatkan informasi aktifitas The Habibie Center?