JAKARTA, KOMPAS — Di tengah kecemasan mengenai diplomasi tarif impor oleh presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, sejatinya ada peluang yang bisa dimanfaatkan. Terdapat pandangan optimistis bahwa Asia Tenggara, termasuk Indonesia, bisa memanfaatkan keadaan tersebut untuk memperoleh keuntungan, baik dari segi ekonomi, stabilitas kawasan, maupun pertahanan.
Demikian gagasan yang mengemuka dalam diskusi publik yang digelar oleh The Habibie Centre, Kamis (12/12/2024), di Jakarta. Tema diskusi publik kali ini tentang Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) menghadapi masa jabatan kedua Donald Trump. Pakar kajian pertahanan RAND Corporation di Amerika Serikat, Derek Grossman, menjelaskan, fokus di dalam pemerintahan Trump ialah bersaing dan menang dari China.
Trump ingin menyeimbangkan neraca perdagangan AS yang didominasi oleh produk impor murah dari China. Cara yang ia pilih dengan menetapkan kenaikan tarif 60 persen untuk barang-barang dari China serta 25 persen untuk produk dari Meksiko dan Kanada. Khusus untuk Asia Tenggara, belum ada pengumuman jumlah kenaikan tarif, tetapi pasti akan ditetapkan.
”Risiko eskalasi ketegangan dengan China dan perang dagang ini memerlukan kelihaian diplomasi. Pada saat yang sama, ini juga kesempatan bagi negara-negara yang ingin melepas ketergantungan dari China,” kata Grossman.
Ia menjelaskan, pemikiran Trump yang isolasionis itu mirip seperti politik AS sebelum Perang Dunia II. Aura anti-China kuat sekali apabila dilihat dari anggota pemerintahannya yang akan dilantik per 20 Januari 2025. Wakil presiden terpilih JD Vance, menteri luar negeri terpilih Marco Rubio, dan para anggota DPR ataupun mahkamah agung semua adalah mereka yang setia kepada Trump dan berpandangan keras terhadap China.
Meskipun begitu, dari konteks stabilitas di Indo-Pasifik, Grossmen memperkirakan pendekatan Trump tidak akan jauh berbeda dengan Biden. Jika menginginkan perekonomian AS yang stabil, keamanan di Indo-Pasifik tidak bisa diganggu gugat. Pada masa jabatan pertama Trump, yakni 2017-2021, AS hampir memutus kerja sama pertahanan dengan Filipina yang ketika itu dipimpin oleh Presiden Rodrigo Duterte. Trump bahkan mengatakan jika terjadi, hal itu lebih baik bagi AS karena menghemat pengeluaran luar negeri.
”Namun, presiden Filipina sekarang, Ferdinand Marcos Jr, sangat pro-AS. Kemungkinkan besar kedekatan ini tetap menjamin kerja sama pertahanan AS-Filipina berlanjut,” kata Grossman.
Dari aspek multilateralisme, Grossman berpendapat tidak akan berbeda dari periode pertama Trump, yaitu ia tidak akan dekat dengan ASEAN serta lebih memilih menyelesaikan segala sesuatu secara bilateral dengan tiap-tiap anggota ASEAN. Sikap Trump yang transaksional ini bisa menguntungkan bagi negara-negara tidak demokratis, yaitu Laos, Kamboja, dan Myanmar.
Trump akan berlaku pragmatis ketika berdialog dengan mereka. Bahkan, tidak menutup kemungkinan negara-negara itu mendekatkan diri ke Washington dengan niat mengurangi pengaruh China di dalam perekonomian dan politik mereka. Sementara itu, lanjut Grossman, Indonesia, Singapura, dan Thailand diduga tetap bersikap lebih diplomatis. Mereka akan mendorong agar Washington dan Beijing mempertahankan diplomasi guna menjaga kestabilan di kawasan.
Pakar hubungan internasional dari Universitas Islam Internasional Indonesia, Faisal Karim, mengutarakan pandangan serupa. Pada dasarnya, dunia kini telah siap dan kurang lebih bisa menduga langkah-langkah Trump begitu ia mengambil alih kepemimpinan di AS.
ASEAN merupakan pusat rantai pasok bagi China dan AS. Kawasan ini tetap penting bagi Trump, hanya ia tidak akan aktif di dalam wadah multilateralisme. Kehadiran AS di bawah Trump tetap akan terasa di kawasan Asia Tenggara karena dikelola secara bilateral. Presiden Prabowo Subianto telah mengambil ancar-ancar dengan mengatakan kepada Trump bahwa ia siap berdialog kapan saja.
”Di dalam perkembangan global, disrupsi itu hal yang biasa. Dalam persoalan persaingan geopolitik dan geoekonomi AS melawan China, semestinya negara-negara ASEAN bisa menarik investor baru,” ujarnya.
Sumber Link : https://www.kompas.id/artikel/kepemimpinan-trump-bisa-positif-bagi-indonesia-jika-bisa-mengambil-celah
Komentar