Kepala Bidang Kajian ASEAN, A Ibrahim Almuttaqi dikutip dalam sebuah artikel Harian Kompas berjudul 'Isu LNU Didorong ke ASEAN.' Untuk artikel selengkapnya, silakan lihat di bawah:

Isu LNU Didorong Ke ASEAN

Banyak negara sejak lama menungu sikap Indonesia soal sengketa perairan antara sejumlah anggota ASEAN dan China. Upaya mulitlateral dinilai dapat menguatkan posisi nasional.

Indonesia dapat membawa masalah klaim China terhadap Laut Natuna Utara dalam pertemuan ASEAN mendatang. Pilihan itu berpeluang mendorong ASEAN lebih terpadu menghadapi klaim China di Laut China Selatan dan Laut Natuna Utara.

"Indonesia mungkin mempertimbangkan 'menginternasionalisasi' isu (kehadiran kapal China di zona ekonomi eksklusif Indonesia) dengan membawanya ke tingkat ASEAN jika Beijing terus mengabaikan keberatan Indonesia," kata Ketua Kajian ASEAN pada The Habibie Center Ahmad Ibrahim Almuttaqi, Selasa (7/1/2020), di Jakarta.

Sejumlah diplomat senior di Jakarta tak menampik peluang Indonesia membawa isu kehadiran kapal-kapal China di Laut Natuna Utara (LNU) dalam pertemuan para menteri luar negeri ASEAN mendatang. Forum yang dipilih Indonesia sangat menantang karena diselenggarakan di Vietnam yang dikenal sangat berseberangan dengan China soal klaim di Laut China Selatan. Bersama Malaysia, Brunei Darussalam, dan Filipina, Vietnam bersengketa dengan China gara-gara baku klaim wilayah di Laut China Selatan.

Indonesia menolak ada sengketa klaim dalam bentuk apa pun dengan China di LNU. "ZEE di Natuna jelas diatur Konvensi Internasional tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982 Salah jika ada yang menyatakan insiden di sana harus diselesaikan lewat dialog. Di sana ada pelanggaran," kata diplomat khusus desk Hukum Laut pada Direktorat Hukum dan Perjanjian Internasional Kementerian Luar Negeri, Gulardi Nurbiantoro.

UNCLOS memberi hak berdaulat kepada Indonesia dan negara lain tak boleh melanggarnya. Negara lain juga tak bisa memanfaatkan sumber daya di ZEE Indonesia tanpa izin Indonesia. "Pemberian hak itu diatur UNCLOS dan diprioritaskan untuk negara tanpa akses laut atau kurang terbangun. China tidak termasuk kategori itu," ujarnya.

Tidak dibahas

Dalam risalah proses perundingan penyusunan UNCLOS sepanjang 1973-1982, China tercatat aktif membahas beberapa isu. Walakin, hampir tidak ada catatan delegasi China membahas soal hak sejarah-yang dijadikan alasan untuk mengklaim hingga 80 persen wilayah Laut China Selatan-selama proses perundingan. Padahal, China sudah mengambil alih status anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa dari Taiwan sejak 1971."Sebagai catatan, China menjadi negara pihak (meratifikasi) UNCLOS sejak 7 Juni 1996," kata Gulardi.

Tanggapan positif

Ibrahim yakin, tanggapan ASEAN positif jika sampai Indonesia mengangkat kehadiran kapal China di LNU dalam pertemuan para menlu ASEAN bulan ini. "Negara-negara ASEAN sejak lama diam-diam berharap Indonesia berbuat lebih. Kini, mungkin saatnya Indonesia memimpin (dalam isu sengketa klaim perairan)," ujarnya.

Ibrahim mengingatkan, tidak bijak bagi China jika menyalahgunakan ketulusan Indonesia dalam mendorong dialog dan hubungan ASEAN-China.

Dihubungi terpisah, pengamat politik dari Exposit Strategic dan pengajar Hubungan Internasional di London School of Public Relations, Arif Susanto, Selasa, mengatakan, pernyataan Presiden Joko Widodo dan Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi bahwa Indonesia tidak akan berkompromi patut diapresiasi.

Meskipun demikian, penegasan tersebut harus konsisten agar tidak mengirim pesan yang salah kepada China dan dunia. Selain langkah bilateral, Indonesia, menurut dia, dapat memanfaatkan diplomasi multilateral. Selain mendorong ASEAN lebih asertif terhadap China, Indonesia dapat membawa isu itu ke forum G-20 atau forum-forum PBB untuk meredakan ketegangan tanpa mengompromikan kedaulatan.

[Artikel ini pertama kali diposting oleh Harian Kompas pada tanggal 8 Januari 2020 dan bisa ditemukan di: https://kompas.id/baca/utama/2020/01/08/isu-lnu-didorong-ke-asean/]

Share
Ingin mendapatkan informasi aktifitas The Habibie Center?