Umar Juoro
Dewan Pakar The Habibie Center

Harapan pada Tim Ekonomi

Tim ekonomi Kabinet Indonesia Maju sudah mulai menjalankan tugasnya dengan tantangan berat, yaitu mengoptimalkan perkembangan ekonomi di tengah perlambatan ekonomi global terutama karena perang dagang. Bagaimana pertumbuhan ekonomi dapat ditingkatkan di atas 5 persen dengan topangan investasi, meminimalkan defisit transaksi berjalan (CAD), dan penciptaan kesempatan kerja produktif akan jadi penilaian keberhasilan tim ekonomi.

Upaya menarik investasi dilakukan dengan awal yang cukup baik dengan komitmen Hyundai menjadikan Indonesia pusat produksi otomotifnya di ASEAN untuk pasar domestik dan ekspor. Inisiatif Menteri Perindustrian (waktu itu) Airlangga Hartarto (kini Menko Perekonomian) yang diteruskan Menperin baru, Agus Kartasasmita, dapat meyakinkan Hyundai untuk memilih Indonesia sebagai pusat produksi ASEAN. Ini juga menunjukkan pimpinan parpol berlatar belakang profesional bisa punya kredibilitas kuat soal kebijakan ekonomi. Perusahaan besar Jepang, seperti Nippon Steel, Nissan, dan Toyota, juga menunjukkan minat kuat untuk investasi lebih besar di Indonesia.

Langkah cepat ini menunjukkan upaya menarik investasi pertama-tama adalah dengan mengatasi masalah di lapangan mulai dari hambatan investasi, biasanya berkaitan dengan permasalahan pajak, hingga tenaga ahli asing, tenaga kerja, dan penyederhanaan perizinan.

Tentu saja upaya besar seperti yang sedang disiapkan, yaitu omnibus law untuk memberikan kepastian hukum dengan mengatasi dan mengintegrasikan peraturan yang saling bertentangan, harus dilakukan. Namun ini butuh waktu dengan proses politik yang panjang dan sulit. Karena itu, langkah tepat dalam jangka pendek ialah menarik investasi dengan langsung memecahkan permasalahan praktis tersebut.

Pimpinan parpol di kabinet, khususnya Menko Perekonomian, Menperin, dan Menkominfo, dapat mempercepat proses omnibus law untuk lebih cepat disahkan di DPR. Pimpinan partai di kabinet dapat membuat proses politik mendukung perkembangan ekonomi jika dimanfaatkan optimal. Apalagi jika sinergi dengan menteri berlatar belakang profesional juga bisa optimal.

Sekalipun situasi ekonomi dunia masih menekan, Indonesia masih dapat mengoptimalkan peluang investasi jika lingkungannya terus diperbaiki. Untuk mengurangi CAD, terutama dicirikan oleh defisit neraca perdagangan migas, langkah yang cepat adalah mencegah produksi minyak yang terus menurun dan sekeras mungkin mengupayakan kenaikan produksi migas.

Penurunan produksi minyak terutama terjadi karena konsesi ladang minyak yang berakhir masa kontraknya diambil Pertamina, tetapi tak dilakukan investasi memadai untuk mempertahankan tingkat produksinya. Sebaiknya konsesi yang habis masa kontrak dinegosiasikan kembali dengan kontraktor yang berkemampuan besar sehingga dapat melanjutkan kegiatannya dan melakukan investasi, dengan tak perlu Pertamina harus mengambil mayoritas kepemilikan. Investasi migas laut dalam yang besar kemungkinan dapat berproduksi dalam waktu dekat semestinya diberikan insentif, bukan malah dikenakan pajak.

Pola sinergi investasi antara BUMN dan swasta, domestik maupun asing, akan memperbaiki kekurangan sebelumnya di mana sinergi hanya antar BUMN yang kurang beri efek berantai ekonomi yang besar, Hanya mengandalkan BUMN dalam pembangunan infrastruktur maupun industri tak memadai untuk mendorong perkembangan optimal ekonomi. Ekonomi kita mayoritas ditangani swasta dan rumah tangga (RT). Hanya dengan keterlibatan penuh swasta dan RT pertumbuhan ekonomi bisa optimal.

Selanjutnya, dalam menentukan pola konsesi apakah bagi hasil (production sharing) dengan pembayaran kembali biaya investasi (cost recovery) atau gross split harus dibuat lebih menarik bagi investor. Percuma jika pola konsesi yang diterapkan tak menarik sehingga terjadi penurunan investasi yang berarti di sisi hulu migas.

Dari sisi penentu kebijakan, koordinasi Menko Kemaritiman dan Investasi dengan Menkeu dan Menteri ESDM menjadi sangat penting dalam mengoptimalkan produksi migas. Percuma ditawarkan insentif pajak jika tak menarik bagi investor. Insentif tentunya diberikan tidak hanya untuk investasi baru, tetapi juga perluasan, apalagi seperti migas yang berperan besar menurunkan CAD.

Ekspor dan konsumsi

Begitu kondisi pasar global lebih memungkinkan, ekspor khususnya non-migas harus dioptimalkan. Karena itu, investasi yang difasilitasi khususnya di manufaktur adalah yang juga memiliki komponen ekspor berarti. Industri pilihan seperti otomotif, tekstil dan pakaian jadi, elektronik dan kimia adalah target untuk menarik investasi dengan orientasi ekspor. Pendekatan investasi yang berorientasi ekspor adalah sarana utama bagi penciptaan kerja produktif.

Memfasilitasi perkembangan UKM antara lain dengan peningkatan alokasi kredit usaha rakyat adalah langkah penting bagi penciptaan kerja dan pemerataan. Juga penting untuk menjaga seminimal mungkin kredit macetnya. Tak kalah penting, optimalisasi konsumsi masyarakat yang pertumbuhannya masih di bawah pertumbuhan ekonomi. Permintaan terhadap perumahan semestinya jadi salah satu unsur utama untuk mendorong konsumsi masyarakat dengan efek besar berantai terhadap perekonomian.

Sekalipun LTV (loan to value) telah dilonggarkan sehingga uang muka kredit pemilikan rumah dan kendaraan bermotor lebih rendah, dan bunga kredit juga menurun, penjualan rumah relatif stagnan dan penjualan mobil menurun. Kemungkinan penyebabnya adalah masyarakat masih belum cukup optimistis dengan ekonomi ke depannya, dan juga kekhawatiran terhadap pajak.

Benar, pemerintah membutuhkan penerimaan pajak lebih besar. Namun, caranya tidak dengan membuat takut investor, calon pembeli rumah, kendaraan bermotor, dan konsumen pada umumnya. Justru akan membantu perkembangan ekonomi jika pembeli rumah, paling tidak yang pertama, mendapatkan insentif.

[Artikel ini pertama kali diposting oleh Harian Kompas pada tanggal 28 Desember 2019 dan bisa ditemukan di: https://kompas.id/baca/opini/2019/12/28/harapan-pada-tim-ekonomi-3/]

Share
Ingin mendapatkan informasi aktifitas The Habibie Center?