Peneliti Bidang Kajian ASEAN, A. Marina Ika Sari dikutip dalam sebuah artikel Harian Kompas berjudul "China Intensif Tempel Indonesia dan ASEAN" Untuk artikel selengkapnya, silakan lihat di bawah:

China Intensif Tempel Indonesia dan ASEAN

Menteri Luar Negeri China Wang Yi melanjutkan kunjungan kerjanya di Indonesia. Setelah menghadiri Pertemuan Para Menteri Luar Negeri G20 di Bali, 7-8 Juli, Wang menemui Presiden Joko Widodo dan berkunjung ke Sekretariat ASEAN di Jakarta.

Presiden Jokowi menerima kunjungan kehormatan Wang di Istana Merdeka, Jakarta. Wang hadir bersama Duta Besar China untuk RI Lu Kang dan Asisten Menteri Luar Negeri (Menlu) China Wu Jianghao. Sementara Presiden Jokowi didampingi Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan serta Menlu Retno LP Marsudi.

Presiden Jokowi menyambut hangat kehadiran Wang Yi. "Senang bertemu kembali dengan Anda," ujar Presiden dalam bahasa Inggris.

Retno dalam keterangan pers seusai pertemuan mengatakan, kedua negara berkomitmen untuk terus meningkatkan hubungan bilateral yang saling menguntungkan. Pada 2021, perdagangan kedua negara mencatatkan 110 miliar dollar AS atau meningkat lebih dari 54 persen dari 2020.

"Kenaikan perdagangan ini juga diikuti dengan defisit dari Indonesia yang terus menurun dan kita lihat akses pasar untuk produk-produk unggulan Indonesia makin lama makin banyak memasuki pasar China," kata Retno.

Sejumlah proyek prioritas, menurut Retno, dibahas dalam pertemuan. Salah satunya proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.

Selain ke Istana Merdeka, Wang juga berkunjung ke kantor Sekretariat ASEAN. Ia bertemu dengan Sekretaris Jenderal ASEAN Lim Jock Hoi. Dalam sambutannya, Wang mengatakan multilateralisme dan keterbukaan sebagai kunci bagi kemajuan serta kesejahteraan bersama di Asia Pasifik. Kedua prinsip itu adalah sistem yang paling cocok dengan kepribadian kawasan.

Pemikiran ala masa Perang Dingin, menurut Wang, dengan membangun blok-blok aliansi dan mengembangkan hegemoni tidak cocok dengan budaya Asia Pasifik. Apalagi, mental Perang Dingin ini melihat nilai suatu negara sebatas dari ukuran ataupun keuangan sehingga berisiko mengakibatkan hukum rimba.

Asia adalah pusat pertumbuhan masa depan. Guna mencapai kemakmuran bersama, kita harus mengutamakan dialog, bukan konfrontasi.

"Asia adalah pusat pertumbuhan masa depan. Guna mencapai kemakmuran bersama, kita harus mengutamakan dialog, bukan konfrontasi. Kita harus membangun kemitraan, bukan aliansi. Kita juga harus mengupayakan kesejahteraan bagi semua, bukan zero-sum-game yang memojokkan pihak-pihak tertentu," katanya.

Selasa (12/7) ini, Wang dijadwalkan menghadiri dialog mekanisme kerja sama tingkat tinggi antara Indonesia dan China. Dalam pertemuan yang membahas kerja sama politik, ekonomi, budaya, dan maritim ini, Indonesia akan diwakili Luhut dan Retno.

Wang juga menyinggung kerja sama China dan ASEAN yang terus meningkat. Selama 12 tahun terakhir, keduanya merupakan mitra perdagangan terbesar bagi satu sama lain. China pada 2021 juga mengubah status hubungan dengan ASEAN menjadi kemitraan yang strategis dan komprehensif.

"Ini adalah bukti komitmen China terhadap persahabatan dengan ASEAN dan semua anggotanya. China adalah mitra pertama ASEAN yang menawarkan perjanjian perdagangan bebas. Kami mendukung sentralitas ASEAN dan juga kesepakatan ASEAN untuk memastikan kawasan ini bebas senjata nuklir," tutur Wang.

China, menurut Wang, berkomitmen mengimpor berbagai produk bermutu tinggi dari ASEAN. Nilai total komitmen ini mencapai 150 miliar dollar AS.

Terkait keamanan di kawasan, Wang menceritakan pengalamannya berdialog dengan Menlu Amerika Serikat Antony Blinken dalam pertemuan bilateral di Bali, Sabtu (9/7). "Saya mengatakan kepada Blinken bahwa sentralitas ASEAN tidak bisa diganggu gugat. Kita harus menghormati kedaulatan dan kepentingan setiap bangsa, bukan memunculkan sikap saling memusuhi," ujarnya.

Menjawab pertanyaan wartawan dalam konferensi pers seusai pertemuan di Bali itu, Blinken menyatakan, AS sama sekali tidak berniat memusuhi China. Justru, AS ingin bekerja sama menanggulangi berbagai masalah ekonomi dan perubahan iklim.

Akan tetapi, Blinken melanjutkan, ada beberapa permasalahan di mana AS ingin China menyelesaikannya secara transparan. Persoalan yang dituduhkan AS itu adalah soal intimidasi kepada Taiwan, usaha menggerus demokrasi di Taiwan, dan masalah hak asasi manusia di Xinjiang.

AS tidak meminta satu negara pun untuk berpihak. Kami ingin memberi lebih banyak pilihan kepada ASEAN dalam hal kemitraan di berbagai sektor.

Terkait ASEAN dan Indo-Pasifik, Blinken mengatakan, AS tidak ingin mengejar hegemoni. "AS tidak meminta satu negara pun untuk berpihak. Kami ingin memberi lebih banyak pilihan kepada ASEAN dalam hal kemitraan di berbagai sektor. Tentu AS dan negara-negara lain yang bermitra dengan ASEAN berlomba memberikan mutu terbaik, bukan produk dan layanan yang di bawah standar," ucapnya.

Peneliti isu ASEAN dari The Habibie Centre, Marina Ika Sari menjelaskan, pernyataan kedua menteri luar negeri itu harus menjadi landasan bagi ASEAN untuk menggugat mereka menerapkan multilateralisme. Kenyataannya, untuk isu Laut China Selatan, China lebih memilih pendekatan bilateral dengan negara-negara terkait.

"ASEAN semestinya bisa lebih pelit, dalam artian menaikkan posisi tawar dengan meminta China menerapkan prinsip multilateralisme dengan organisasi ini dalam membahas Laut China Selatan," katanya. Pendekatan bilateral selama ini adalah taktik agar negara-negara yang beririsan dengan Laut China Selatan kekurangan posisi tawar.

Menurut Marina, China dan AS sama-sama intensif mendekati ASEAN. Ketika AS dipimpin oleh Donald Trump (2017-2021), kebijakannya berfokus kepada dalam negeri dan ASEAN diacuhkan. Joe Biden kini hendak membangun kembali relasi itu. Dalam pertemuan ASEAN-AS bulan Februari lalu, status hubungan kedua belah pihak menjadi kemitraan strategi komprehensif. Sama seperti hubungan ASEAN-China.

"Memang jumlah investasi yang diberikan AS lebih kecil dari China, yaitu 100 juta dollar AS. Tapi, kita tidak boleh mengukur kepentingan sebuah hubungan hanya dari nilai nominalnya," ujar Marina.

Ia menerangkan, ASEAN memiliki kemerdekaan untuk memilih pola dan jenis kerja sama dengan setiap mitranya. Hubungan dengan China yang paling menguntungkan adalah di bidang ekonomi.

Adapun dengan AS sangat berpotensi di bidang keamanan dan pembangunan demokrasi. Prinsip sentralitas ASEAN ialah organisasi ini berdaya untuk menyetir kepentingannya, bukan karena dipengaruhi pihak lain.

Artikel ini pertama kali diposting oleh Harian KOMPAS pada tanggal 12 Juli 2022 dan bisa ditemukan di: https://www.kompas.id/baca/internasional/2022/07/11/china-intensif-dekati-asean

Share
Ingin mendapatkan informasi aktifitas The Habibie Center?