Acara Talking ASEAN on "Preserving Peace and Stability in the Taiwan Strait: Will ASEAN Take Action?" yang telah dilaksanakan pada Kamis, 22 Juli 2021 di Kanal Youtube The Habibie Center diliput oleh Harian KOMPAS ke sebuah artikel berjudul 'ASEAN Tak Boleh Diam Saja Melihat Rivalitas AS dengan China' Untuk artikel selengkapnya, silakan lihat di bawah:
ASEAN Tak Boleh Diam Saja Melihat Rivalitas AS dengan China
ASEAN tidak boleh diam saja melihat rivalitas antara Amerika Serikat (AS) dan China di seluruh dunia, terutama di Selat Taiwan dan Asia Tenggara.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Pakar Hukum Internasional sekaligus Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani Hikmahanto Juwana.
Hikmahanto mengatakan ASEAN harus berbuat sesuatu untuk mencegah rivalitas kedua negara menjadi semakin panas karena bisa saja memicu perang.
"Dari perspektif ASEAN, kita harus melakukan sesuatu. Masalahnya adalah, apakah ASEAN punya sumber daya," kata Hikmahanto dalam webinar bertajuk Talking ASEAN on Preserving Peace and Stability in the Taiwan Strait yang digelar The Habibie Center, Kamis (22/7/2021).
Dia menjelaskan bahwa sumber daya merupakan sektor vital untuk memengaruhi rivalitas antara "Negeri Paman Sam" dan "Negeri Panda".
Apalagi, kedua negara sedang bersitegang mengenai masalah Laut China Selatan dan di Selat Taiwan.
"Kedua, apakah kita bisa berkonsentrasi ke isu internasional ketika kita masih bergulat dengan isu nasional," sambung Hikmahanto.
Pasalnya, saat ini negara-negara anggota ASEAN memiliki isu nasional masing-masing, terutama saat ini menghadapi pandemi Covid-19.
Selain itu, meski ASEAN mengeklaim sebagai sebuah kesatuan, masing-masing negara anggota sebenarnya memiliki perbedaan pandangan dan kebijakan terhadap China dan AS.
Hikmahanto mencontontohkan, saat ini Vietnam bersitegang dengan Beijing atas klaim Laut China Selatan. Maka, Vietnam bisa memanfaatkan pengaruh dari AS.
Sementara itu, Laos dan Kamboja memiliki hubungan yang dekat dengan China.
"Jadi, melihat situasi tersebut, sangat sulit bagi ASEAN untuk menyepakati satu suara," tutur Hikmahanto.
Kendati demikian, ASEAN harus tetap berbuat sesuatu mengenai rivalitas kedua negara tersebut, terutama di Asia tenggara dan Selat Taiwan.
"Jika kedua negara, katakanlah, dalam mode 'perang dingin', maka jangan sampai bisa pecah menjadi perang sesungguhnya," ujar Hikmahanto.
Pasalnya, jika pertempuran benar-benar pecah, itu tak hanya memengaruhi hubungan AS dan China, tapi juga berpengaruh ke seluruh dunia.
"ASEAN tidak boleh menjadi korban rivalitas antara AS dan China," kata Hikmahanto.
Sementara itu, Rektor Universitas Pertahanan RI Laksamana Madya TNI Amarulla Octavian mengatakan, dinamika Selat Taiwan juga menjadi diksusi domestik di antara beberapa negara anggota ASEAN.
Diskusi tersebut meliputi pencegahan konflik melalui kooperasi kebijakan dan keamanan.
"Saat ini ada beberapa agenda yang dilakukan ASEAN yang terkait dengan pembahasan Selat Taiwan. Indonesia memandang bahwa agenda tersebut penting mencapai keberhasilan," kata Octavian.
Meski demikian, dia juga mengakui bahwa dinamika di Selat Taiwan bisa saja memicu gesekan di antara anggota-anggota ASEAN.
Pasalnya, ada beberapa anggota ASEAN yang memiliki kedekatan secara tradisional dengan China, dan ada pula yang berselisih mengenai batasan teritorial dengan China.
Artikel ini pertama kali diposting oleh Antara News pada tanggal 22 Juli 2021 dan bisa ditemukan di: https://www.kompas.com/global/read/2021/07/22/133509070/asean-tak-boleh-diam-saja-melihat-rivalitas-as-dengan-china?page=all
Komentar